PeRsaHaBaTaN VS CinTa

Cerpen ini adalah hasil karyaku sendiri....Aku buat cerpen ini untuk tugas BI tapi sebenarnya dulu juga udah pernah buat cerpen yang ceritanya hampir mirip gitu....Hehehe....=P Yah selamat membaca aja deh !!! ^____^v Give a comment please !!! n__n

Aku mempunyai tiga orang sahabat laki-laki. Mereka adalah George, Andreas, dan Wawan. Kami sudah bersahabat sejak kecil sehingga hubungan kami pun sangat akrab seperti saudara kandung. Aku beruntung mempunyai sahabat seperti mereka. Mereka adalah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan dalam hidupku meskipun mereka sering membuatku jengkel karena aku sering menjadi bahan keisengan mereka terutama saat kami berada di sekolah.

"Cewek!" kata George dan Andreas kepadaku.

"Apa?" jawabku.

"Ih, jangan jahat-jahat donk! Andreas berkata sambil tersenyum.

“Pasti kalian mau iseng lagi kan ? Gak bosen ya?” kataku lagi.

“Hahaha enggak kok. Hari ini kami ingin berbuat baik,”jawab George.

“Wawan di mana? Kok gak keliatan ya ?” tanyaku pada kedua orang sahabatku itu.

“Cieee, kangen nih sama Wawan ?” kata George kepadaku sambil mengacak-acak rambutku.

“Tuh kan iseng lagi katanya ingin berbuat baik,” jawabku dengan wajah cemberut sambil merapikan rambut.

George dan Andreas hanya tertawa dan mencubit pipiku yang menurut mereka merah seperti buah tomat.

Kehadiran mereka selalu membuatku tersenyum. Masalah apa pun tak mampu membuatku bersedih karena aku mempunyai sahabat terbaik seperti mereka yang mau mendengarkan setiap curahan hatiku. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata persahabatan kami harus dinodai dengan sebuah perasaan yang disebut cinta. George, Andreas dan Wawan ternyata menyukaiku dan menyayangiku lebih dari sahabat. Hal ini aku ketahui dari percakapan mereka di kantin 3 hari yang lalu. Aku tak sengaja mendengarnya dan mereka tampak sedikit ribut dan hampir saja berkelahi karena mereka semua sama-sama ingin menjadi kekasihku. Aku tidak tahu harus merasa senang atau sedih. Di satu sisi aku merasa senang karena mereka semua menyayangiku namun di sisi yang lain mereka semua adalah sahabatku dari kecil jika aku memilih salah satu di antara mereka untuk menjadi kekasihku tentulah persahabatan kami bisa saja kandas di tengah jalan. Aku tak sanggup bila hal itu terjadi. Aku tak ingin kehilangan sahabat-sahabat terbaikku. Aku berusaha selalu bersikap sewajarnya di depan mereka karena aku tidak ingin menimbulkan suatu kesalahpahaman yang akhirnya akan mengancam persahabatan kami. Aku bersikap seolah-olah aku tak pernah tahu pembicaraan mereka di kantin saat itu. Entah mengapa sejak peristiwa di kantin itu mereka mulai bersikap aneh. Mereka selalu berusaha menarik perhatianku dengan berbagai cara. Apa ini hanya perasaanku saja ?

“Na, kamu pulang naik apa ?” tanya Andreas kepadaku.

“Hmmm…..seperti biasa. Jalan kaki,” jawabku tersenyum.

Tak lama kemudian, George dan Wawan menghampiriku.

“Aku antar ya, Na.” kata George sambil menarik tanganku dan menuju ke arah parkiran mobil.

“George! Aku pulang sendiri saja,” jawabku sambil berusaha melepas genggaman tangannya karena aku mulai merasa ada dua pasang mata yang menatap ke arah kami dengan sinis.

“Eh, lepasin donk dia kan gak mau. Jangan kasar sama cewek!” kata Wawan tiba-tiba dengan ekspresi yang menunjukkan bahwa dia tak suka dengan sikap George.

“Iya, jangan kasar. Udah lepasin tangannya,” sahut Andreas.

“Eh, urusan aku donk. Kok kalian yang sewot sih,” George membalas tatapan mata Andreas dan Wawan dengan sinis pula.

George melepaskan tanganku dan mereka bertiga saling bertatapan dengan tangan mengepal seolah-olah ingin berkelahi. Aku pun segera ambil tindakan. Aku tak ingin mereka sampai berkelahi. Aku tak ingin melihat hal itu terjadi.

“Hei, kalian ini kenapa sih ? Kok jadi aneh gini ? Kenapa kalian gak kayak dulu lagi ?” kataku dengan mata berkaca-kaca.

Mereka hanya terdiam namun tetap dengan ekspresi yang penuh dengan emosi.

“Ayo jawab pertanyaanku! Mengapa kalian semua hanya terdiam ? Apa yang kalian sembunyikan dariku ? Kalian bukan sahabatku yang biasanya,” kataku merunduk sambil meneteskan air mata karena aku benar-benar takut kehilangan mereka.

“Kami menyukaimu, Na,” jawab Wawan pelan sambil merunduk.

“Maafkan kami. Kami tau kami salah karena hal ini bisa mengancam persahabatan kita tapi perasaan kami gak bisa bohong, Na. Kebersamaan kita sejak kecil ternyata membuat kami menyukaimu,” sahut George.

“Sekarang siapa yang kamu pilih di antara kami bertiga untuk menjadi kekasihmu, Na ? Kami sudah jujur mengatakan apa yang kami rasakan terhadapmu,” tanya Andreas kepadaku.

Mendengar pertanyaan itu kepalaku serasa tertimpa sebuah batu besar. Hatiku pun sakit mendengar pertanyaan itu. Mereka adalah orang-orang yang telah aku percaya tapi kenapa sekarang mereka bersikap seperti ini. Mengapa mereka bersikap egois dan mengorbankan persahabatan yang sudah lama terbina ?

“Aku gak bisa milih. Kita adalah sahabat dan aku tak ingin menodainya dengan perasaan cinta. Aku menyayangi kalian tapi hanya sebagai sahabat dan kalian sudah ku anggap seperti saudaraku sendiri,” jawabku pelan sambil menatap wajah mereka.

Sejak peristiwa saat itu, mereka tampak seperti menjauhiku. Satu minggu berlalu dan aku melalui hari-hariku seorang diri tanpa ketiga sahabatku. Senyum tak lagi menghiasi wajahku. Hanya awan mendung yang selalu terlihat padaku. Aku menjadi tidak bersemangat menjalani setiap aktivitas bahkan aku mulai mengabaikan kesehatanku. Hingga suatu hari……………

“Kenapa aku merasa pusing dan mual ya ?”tanyaku dalam hati dan tak lama kemudian aku pun terjatuh dan tak sadarkan diri.

Ketika aku membuka mata, aku melihat George, Andreas dan Wawan sudah ada di sampingku. Kekhawatiran sangat jelas di wajah mereka.

“Aku di mana ?”tanyaku sambil berusaha duduk.

“Pelan-pelan, Na. Kamu tidur saja dulu. Kamu di UKS kok. Tadi kamu tiba-tiba pingsan. Untung kami melihatmu dan segera membawamu ke sini,” kata Wawan sambil mencegahku untuk duduk.

“Kenapa kamu bisa pingsan ? Satu minggu ini wajahmu pucat sekali dan kamu terlihat lemas tak seperti biasanya,” tanya Andreas.

Aku pun terdiam dan entah mengapa tangisku mulai pecah.

“Aku tak sanggup kehilangan kalian. Kenapa sejak peristiwa itu kalian menjauhiku ? Apa salahku ? Aku hanya ingin mempertahankan persahabatan kita. Apa itu tindakan yang salah ? Mengapa kalian egois ?” jawabku pada mereka.

“Maafkan kami. Kami memang terlalu egois. Selama satu minggu ini kami benar-benar introspeksi diri tapi kami tetap peduli padamu, Na. Kami selalu mengamatimu dari kejauhan. Kami sayang padamu dan tak ingin hal buruk menimpamu,” sahut George.

“Iya, kami sudah sadar bahwa kami yang salah. Tidak seharusnya kami memikirkan kepentingan kami. Kami sadar bahwa persahabatan di antara kita adalah hal berharga yang tak dapat ditukar dengan apa pun juga,” jawab Wawan diikutii anggukan kepala George dan Andreas.

“Benarkah yang kamu katakan ?” tanyaku dengan sedikit senyuman.

“Iya, Na.” jawab mereka.

“Jadi kita bisa bersahabat seperti dulu lagi kan ?”

“Iya gendut. Hahahaha,” jawab George sambil tertawa dan mencubit pipiku diikuti Andreas dan Wawan.

“Tuh kan iseng lagi deh. Masih lemas nih badanku. Tega amat sih udah dicubitin lagi,” jawabku dengan wajah cemberut.

Mereka pun tertawa dan aku merasa kebahagiaanku kembali lagi. Aku benar-benar bersyukur pada Tuhan. Aku berharap bahwa Tuhan selalu menyertai persahabatan kami dan aku pun berharap kami tidak akan pernah berpisah.



0 komentar:

Posting Komentar